PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas asuhan medis dan asuhan keperawatan. Tenaga kesehatan harus berkolaborasi, berkoordinasi, bekerjasama dalam memberi informasi untuk tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien. Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.
Salah
satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan yang bermutu. Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila
memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah
dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk
dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya
berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga
berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat
penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam
proses penyembuhan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerjasama dokter dan perawat dapat mencapai tingkat kolaborasi yang baik?
2. Bagaimana hubungan perawat dengan dokter didalam praktiknya dapat meningkat dengan baik dengan komunikasi yang baik pula?
3. Apakah perawat perlu rangsangan dari lingkungan yaitu rangsangan melalui kerjasama atau kolaborasi dengan dokter?
4. Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi system kolaborasi?
Tujuan
1. Mengetahui tahap-tahap praktik kolaboarasi
2. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan praktik kolaborasi
3. Perbedaan praktik kolaborasi di antara kelompok pasien
BAB II
TREND DAN ISSUE YANG TERJADI
Hubungan
perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang
berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap
sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi
yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan
pasien.
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul
jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American
Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah
Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien (
Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif
antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang
didapatkan pasien.
Hambatan
kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional
dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber
utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih
tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim
dan kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari
konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional
mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari
hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada
pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara
baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan
beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan
bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi,
diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat
merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan
Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu
tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman
mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu
terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.bagaimana
masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh
kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang
dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti
ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,pencatatan riwayat
medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa
kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial
perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan
bimbingan-pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal
dengan para perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan
lain.Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para
perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega.
Dilain
pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana
pasien menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat
diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status
kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan rencana,
mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak
awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam
praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk
belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan shering pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara
tenaga profesional.
Kolaborasi
adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan
berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan
masyarakat.
ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN
Tim
pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi:
pasien,perawat,dokter,fisioterapi,pekerja sosial,ahli gizi,manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi
yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama
anggota tim.
Perawat
sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter
memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan
seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi
dengan anggota tim lainnya sebagai membuat refelan pembarian pengobatan.
Kerjasama
adalaha menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa beberapa
alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika
individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan
asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsesus
untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh
dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi
artinya bahwa etiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat
keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim dalam batas
kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan
dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalammenyelesaikan permaslahan.
Kolaborasi
didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien.
Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada
menyalahkanseseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan
konsep dengan ari yang sama: mutualitas,dimana dia mengartikan sebagai
sutu hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar orang-orang
ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi.
Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,
menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan
ditekan dan koordinasi tidak kan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain
Berkaitan
dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional
menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perwat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangt kompleks.
Tanggung jawab hokum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan
atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperwatan.
Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait
mengeni tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit.
Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur
organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi
dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan
pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua
anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan
perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan
professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan
pengatahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal
sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang
dapat meningkatkan keahlian perawat.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Subyek
penelitian adalah 60 tenaga profesi yang terdiri dari 30 perawat dan 30
dokter sebagai responden, dan dilanjutkan observasi praktik kolaborasi
dengan unit analis pasien (dengan 3 macam kelompok:10 pasien parah (40 x
observasi, 10 pasien sedang (57 x observasi) dan 10 pasien mandiri (30 x
observasi)).
Penelitian
ini non-eksperimental degan rancangan cross sectional dengan unit
analis interaksi perawat dokter dalam memberikan pelayanan terhadap
pasien. Metode pengumpulan data denga cara observasi dan kosioner
diberikan kepada semua dokter dan perawat yang merawat di ruang VIP.
Variabel
penelitian, yaitu variabel independen praktik kolaborasi, variabel
komunkasi (11 sub variebel) dan domain. Variabel moderator, yaitu
variabel karakteristik demografi dan variabel kebutuhan ekonomi
individu. Data dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan tingka
praktik kolaborasi, dan untuk melihat hubungan komunikasi dan praktik
kolaborasi, domain dan praktik kolaborasi dengan menggunakan analisis
korelasi spearman rank. Untuk melihat hubungan tersebut yang dimoderasi
oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu menggunakan
regresi multivariate dan untuk melihat seberapa perbedaan praktik
kolaborasi diantar kelompok pasien dengan menggunakan uji bedah
“t_test”.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tingkat
praktik kolaboarasi pada pasien yang tergantung penuh (parah) belum
mencapai kolaborasi tetapi, pada tahap berunding dan banyak tahap
menghindar terutama lulusan SPK dan dokter spesialis. Sedangkan pada
pasien yang ketergantungan sebagian (sedang) rata-rata pada tahap
berunding-berakomodasi (mendekati kolaborasi). Hal tersebut disebabkan
adanya perbedaan pengetahuan antara dokter dan perawat maupun kurangnya
komitmen dokter untu ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia
keperawatan dan mutu pelayanan keperawatan yang komprehensif (sesuai
paradigma baru yaitu managed care).
Hasil
observasi praktik kolaborasi menurut kelompk pasien: pasien parah dan
menghindar 32%, berunding dan akan berunding 45%, pasien sedang dan
menghindar 26%, serta berunding dan akan berunding 57,8%. Pada pasien
yang mendiri dan menghindar 25%, berunding dan akan berunding 30%, dan
berunding-berakomodasi 43%, dimana perawat berdiskusi dengan dokter pada
pasien yang sudah mandiri untuk persiapan pulang, tetapi pada pasien
parah kurang berdiskusi( hanya menerima pengarahan dan keputusan dari
dokter). Sesuai standar akreditas rumah sakit, perawat dalam
menyampaikan pasien pulang harus memberi penyuluhan dan membuat resum
pemulangan pasien.
Hubungan
komunikasi dalam pratik kolaborasi mempunyai nilai p<0,05 p="0,045,"
r="0,324" p="0,039" r="0,342" r="0,679" p="">
Hubungan
komuikasi dan praktik kolaborasi yang dimoderasi atau dirancu oleh
karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu, nilai r=0,699
dan p=0,016 (p<0,05)>
Luthans
menyatakan bahwa komunikasi antara teman sejawat maupun komunikasi
dalam hubungan kerja dala tingkat yang sama dalam sebuah organisasi
dibutuhkan pemberian dorongan sosial untuk individu atau pribadi dari
seseorang yang berkomunikasi. Hal tersebut sesuai pendapat Goossen,
Epping, dan Abraham yaitu pemberian informasi dari displin profesi lain
merupakan empiris dan proses informasi sebagai bahan untuk model membuat
keputusan. Keputusan dokter dalam perawat dalam berkolaborasi mempunyai
tujuan yang sama tetapi formulasinya yang berbeda. Chen juga menyatakan
bahwa semua komponen dalam berkomunikasi dari hubunga kolaborasi.
Dokter lebih baik meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien secara seksama karena sekarang tuntunan masyarakat kan
pelayanan semakin meningkat dan dengan komunikasi yang baik akan
memberikan kepuasan pasien dan menurunnya medical arror maupun nursing
error. Dalam beberapa kurun waktu secara tradisional sikap dominan kerja
sama (domain) anatar dokter-perawat tidak ditentang karena bersumber
dari perbedaaan pendidikan dan pemberian gaji serta adanya perawatan
pembantu atau asisten dokter.
Menurut
Warelow, kekurangan dari penolakan serius dari beberapa bentuk yang
demikian ditegakkan statusquo, akhirnya mereka lebih baik bekerja sama,
dalam tindakan keputusan (domain) yang mana pada waktu tertentu (di
beberapa waktu) dapat melakukan tindakan medis. Jadi domain antra
perawat dan dokter belum dapat dipertegas tetapi masih tumpanh tindih
dan belu ada kejelasan yang nyata.Dari hasil observasi banyak masalah
yang belum diperhatikan oleh perawat maupun dokter. Perbedaan praktik
kolaborasi diantar kelompok pasien yang ketergantungan mempunyai p=0,01
(p<0,05)>
Perawat
berada disamping pasien selam 24jam sehingga perawatlah yang mengetahui
semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan
yang baik dengan tim yang baik. Untuk memberikan pelayanan yang baik dan
tim yang baik. Untuk memberikan pelayan yang prima
(komrehensip=biopsiko-sosial)dan berorientasi pada customer maka sudah
waktunya kolaborasi antara perawat-dokter perlu ditingkatkan. Kolaborasi
dapata termasuk tim inter disiplin dan interaksi perawat-dokter dalam
praktik. Dokter harus mengetahui bahwa mreka tergantung sistem dalam
menentukan kebutuhan perawat kesehatan dari pasie-pasien mereka dan
progaram perawatan kesehatan untuk perbaikan kualitas kesehatan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk
mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan
harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Yidak ada kelompok yang
dapat penyatakan lebih berkuasa di atas yang lainnya. Masing-masing
profesi memilki profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan
dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya
faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, saling menerima, berfungsi.
Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan menfalisitasi
terselenggaranya pelayanan pasien yang berkulitas. Akan tetapi praktik
kolaborasi perawat dokter yang terjadi belum mencapai optimal tetapi
masih tahap berunding dan masih ada yang menghindar yang disebabkan
kurang siapnya sumber daya keperawatan dan masih adanya kesenjangan
tingkat kependidikan perawat dan dokter serta kuarangnya komitmen dokter
untuk ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan.
1. Pada praktik kolaborasi mempunyai hubungan yaitu:Ada
hubungan bermakna komunikasi dengan prakti kolaborasi. Dengan
komunikasi yang baik dan menghargai profesi lain dalam pengambilan
keputusan bersama (dalam kolaborasi) di kelompok maka akan tercipta
suatu tim work yang baik sehingga komitmen dalam memberikan pelayanan
yang komprehensip dapat tercipta.
2.
Tidak ada hubungan antara domain dengan praktik kolaborasi dimana
domain sangatlah bervariasi, baik pendapat dokter maupun perawat dan
belum adanya standar domain bersama (dokter-perawat)yang baku di Indonesia.
3.
Komunikasi dan praktik kolaboarasi hubungannya bermakna dengan
dimoderasi oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu.
4.
Hubungan domain dan praktik kolaborasi akan berhubungan sangat bermakna
secara statistik setelah dimoderasi oleh karakteristik demografi dan
kebutuhan ekonomi individu.
5. Ada
perbedaan yang bermakna kolaborasi di antara kelompok pasien yang
parah, sedang, dan mandiri. Praktik kolaborasi pada tahap berunding
banyak dilakukan pada pasien yang ketergantungan sebagian (sedang)karena
pada pasien ketergantungan penuh (parah) dokter hanya memberi
pengarahan dan keputusan tanpa meminta pendapat perawat.
Saran
1.
Untuk Pendidikn:Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan managed
care diantara tim kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai dari
situasi pendidikan.
2.
Untuk Rumah sakit: Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
kesehatan perlu adany peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang
baik ke pasien maupu antar tim kerja, dan untuk meningkatkan praktik
kolaborasi perlu adanya komitmen bersama antara pemimpin (struktural)
dan fungsional (profesi kesehatan), dimana pimpinan dapat mengadopsi
managed care dan mensosialisasikan serta dapat diterapkan pada pelayan
blog ini sangat bermanfaat gan ..
BalasHapusbaca juga mungkin byk manfaatnya www.maslukis.com
BalasHapusbaca juga mungkin byk manfaatnya www.maslukis.com
BalasHapus